Welcome

Selasa, 06 November 2012

PERMASALAHAN KEBIJAKAN PENDIDIKAN

Diposting oleh Lost Good Thing


Persoalan penting yang perlu disorot  dalam makalah ini,  apakah kebijakan  pendidikan bagian kebijakan publik atau  kebijakan pendidikan sebagai kebijakan  publik. Permasalahan tersebut menjadi  penting karena berkaitan dengan  memosisikan pendidikan dalam konteks  sektor-sektor publik yang harus dikelola 
secara serius dan besarnya tingkat urgensi  bagi  pemerintah di dalam  menetapkan  prioritas program-program pembangunan. 

Untuk tidak bias dalam pembahasan permasalahan di atas, perumusan kebijakan pendidikan  dan kebijakan publik  menjadi  mendesak ditakrifkan.  Definisi kebijakan  publik telah dikemukakan pada bagian  terdahulu, sementara pengertian kebijakan  pendidikan berangkat dari pemikiran  Tilaar  dan Nugroho (2008)  yang  mengungkapkan  bahwa kebijakan pendidikan tidak dapat  dilepaskan dengan hakikat pendidikan  dalam proses memanusiakan anak manusia  menjadi manusia merdeka.  Manusia  meredeka adalah manusia yang kreatif yang  terwujud di dalam budayanya. Manusia  dibesarkan di dalam habitusnya yang  membudaya, dia hidup di dalam budayanya  dan dia menciptakan atau merekonstruksi  budayanya itu sendiri. Konstruksi pemikiran di atas  bermakna bahwa  pendidikan  adalah proses  pemberdayaan sehingga peserta didik  menjadi mandiri, kreatif dan bertanggung  jawab atas eksistensinya. Tilaar dan Nugroho m(2008) mengelaborasi pendidikan dalam  pandangan Ki Hajar Dewantara, Romo  Mangun dan Paulo Freire. 

Bagi Ki Hajar  Dewantara, pendidikan sebagai suatu proses  pemberdayaan untuk menumbuhkembangkan kemandirian manusia karena  pada dasarnya manusia merupakan mahluk  yang berdiri sendiri dan bertanggung jawab  atas eksistensi dirinya, tidak seorangpun  berhak merampas kemandirian orang lain,  dan hak menjadi diri sendiri menunjukkan  identitas seseorang yang diwujudkan melalui  interaksi dengan orang lain. Hal ini juga  senada dengan pandangan  Romo Mangun  yang memandang manusia sebagai mahluk  kreatif yang dianugerahi kebebasan berpikir   agar dapat menentukan dirinya sendiri.  Untuk mengeksplorasi kemampuan yang  diberikan sang pencipta tersebut, sehingga  membuahkan kreasi-kreasi baru, dibutuhkan 
suasana kebebasan yang dapat  menjamin  kemerdekaan berdialog dengan dirinya  sendiri, sesama peserta didik, dengan alam  dan dengan pendidiknya. 

Romo Mangun  tidak percata bahwa proses pendidikan yang  bersifat otoriter yang membatasi kebebasan  peserta didik dapat mengembangkan kreatifitas peserta didik. Ketidak percayaan  Romo Mangun tersebut, sejalan dengan  Paulo Freire yang melihat proses Aminuddin Bakry, Kebijakan Pendidikan Sebagai Kebijakan publik memanusiakan manusia lewat dialog dan  interaksi dengan sesama manusia dalam  suasana kemerdekaan dan kebebasan.

Istilah kemerdekaan dan kebebasan  tidak berdiri sendiri, melainkan berkaitan  dengan konsep kekuasaan. Dengan  demikian, pendidikan tidak dapat lepas dari  kekuasaan yang memberikan kebebasan  untuk berekspresi, mengeksplorasi pontensi  dasarnya dan berinteraksi sesama manusia  sehingga jati dirinya sebagai manusia dewasa  dan sempurna dapat terwujud. Apabila  diinginkan suatu masyarakat demokrasi  maka yang pertama-tama dilakukan adalah  mendemokratisasikan pendidikan. Hal ini  berarti pendidikan bukanlah suatu yang  mencekoki peserta didik  dengan ilmu  pengetahuan tetapi ilmu pengetahuan itu  dimiliki karena pengalaman peserta didik  dalam suasana kebebasan dan kemerdekaan  (Tilaar, 2003 dan Tilaar, 2005). 

Uraian di atas memperlihatkan  keterkaitan yang erat antara pandangan  tentang manusia dengan proses pendidikan.  Proses memanusia untuk mewujudkan  kemerdekaannya diperlukan lingkungan  yang kondusif bagi perkembangan pribadi  yang merdeka, sehinga proses pendidikan  merupakan kesatuan antara teori dan 
praktek pendidikan atau disebut praksis  pendidikan (Tilaar dan Nugroho, 2008).  Artinya, visi dan misi pendidikan  merupakan penjabaran dari pandangan  tentang hakikat manusia atau filsafat  manusia yang menganggap  manusia sebagai  mahluk pribadi dan sosial sekaligus. Dengan  demikian, perumusan visi dan misi  pendidikan sangat tergantung pada aspekaspek politik, sosial, ekonomi dan budaya  dimana dia hidup. Oleh karena pendidikan  merupakan suatu pengetahuan praksis maka  analisis kebijakan pendidikan merupakan  salah satu input penting dalam perumusan  visi dan misi pendidikan.

Dalam konteks inilah kebijakan  pendidikan harus di pandang berdasarkan  pendidikan sebagai suatu pengetahuan  praksis dimana visi dan misi pendidikan  mengakomodasi esensi filsafat manusia,  filsafat politik, sosial, ekonomi dan budaya.  Dengan demikian, kebijakan pendidikan  merupakan pengejewantahan dari visi dan  misi pendidikan bernuansa  esensi  manusia  berdasarkan filsafat manusia dan politik  dalam konteks situasi politik, sosial,  ekonomi, dan budaya masyarakatnya.

0 komentar:

Posting Komentar